Balada Pelayanan RS Kita

Written By Unknown on Selasa, 30 November 2010 | 07.21


Seorang bocah 13 tahun terjatuh dari kendaraan. Kepalanya robek dan darah segar mengucur deras. Ia segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sebuah rumah sakit swasta. Namun karena penjamin tidak ada-orangtuanya baru tahu beberapa saat kemudian-sang bocah tergolek dengan darah segarnya di ruang unit gawat darurat (UGD) tanpa rawatan sama sekali. Satu jam kemudian orangtuanya sampai dan kaget melihat hal itu. Ia segera meminta ambulan melarikan ke RSUD karena ia sadar tak kuat bayar.

Sampai di RSUD segera ditangani di UGD. Setelah kepalanya dijahit sang anak kemudian dibawa ke ruang rawat inap setempat. Di ruang rawat inap tersebut ibu korban yang mendampingi panik. Darah masih terus mengalir dari kuping sang anak. Hati saya masih teriris—saat mendengar cerita dua hari sebelumnya, saat korban dibawa ke rumah sakit. Ibu korban waktu itu, terpaksa terus memeras sapu tangan handuknya guna menyeka darah yang terus mengucur deras dari kuping anaknya—tanpa bantuan perawat sama sekali. Bahkan, saat seorang tetangga lain yang menjenguk berinisiatif mendatangi perawat jaga untuk meminta kapas, jawaban ketus yang diterima. ”Tidak ada kapas, beli saja diapotik,” katanya.

Senin pekan lalu pukul 07.15 WIB, saya tergopoh menyusuri lorong rumah sakit. Kabar duka itu terasa menyengat: Sang anak akhirnya meninggal dunia.. Bocah bertubuh mungil itu terbujur kaku tak bernyawa hanya ditutupi selembar kain panjang di atas tempat tidur beralaskan plastik di bangsal Cendrawasih RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

Meski sudah ditimpa musibah berat begitu, persoalan sang ibu belum juga selesai. Si anak belum boleh dibawa pulang sebelum administrasinya diselesaikan. Sang ibu yang miskin bingung biaya dari mana. Lalu solusinya harus mengurus dulu surat miskin baru bisa meringankan beban biaya perawatan di rumah sakit Akhirnya beberapa tetangga yang hadir pun berinsiatif untuk segera mencarikan ambulans—karena jika terus memikirkan kepanikan orangtua korban, alhasil mayat korban akan lama terlantar di rumah sakit hingga siang hari.

Kebetulan saya juga tidak membawa uang cukup, bersama salah satu keluarga dekat korban, saya mendatangi bagian keperawatan. Akhirnya, walau sedikit berat hati, pihak rumah sakit mengizinkan mayat dibawa pulang menjelang surat miskin dilengkapi, dengan syarat ada yang menjamin—alhasil KTP saya pun jadi penjamin.

Terlintas pertanyaan di benak saya. Lantas bagaimana program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sebagai sebuah program pemerintah untuk memberikan pelayanan gratis kepada masyarakat miskin. Program ini adalah pergantian nama dari Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) tahun 2007 sudah efektifkah? Tetap saja banyak cerita miring yang berhembus terhadap pelayanan pada mereka yang mengantongi Jamkesmas ini.

Singkatnya, kalau Anda orang miskin dan sakit sehingga perlu dirawat di RS, maka bersiap-siaplah untuk repot mengurusi berbagai hal tentang administrasi, sebelum nantinya keluarga Anda betul-betul ditangani oleh dokter yang merawatnya. Inilah satu kenyataan yang terjadi di rumah sakit kita. Pelayanan dan jaminan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan untuk orang miskin masih saja terabaikan, terkalahkan oleh banyaknya birokrasi yang harus dilalui oleh mereka.

Memang semuanya serba gratis, kecuali bila ada obat-obatan yang tidak tersedia di apotik RS, maka kita harus membelinya di apotik di luar RS. Tapi karena gratis inilah, maka akhirnya birokrasi yang harus dilalui juga harus banyak, dan cukup melelahkan. Dan tanpa terasa juga semua ini harus mengeluarkan biaya untuk operasional selama mengurus administrasi tersebut.

Belum lagi, sikap dan cercaan baik dari perawat, petugas RS atau juga dokter kalau tidak mengikuti prosedur yang mereka minta. Jangan kaget kalau ada dokter atau petugas perawat yang berbicara cukup keras atau lantang, menjelaskan kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien atau menyuruh mereka untuk melengkapi sesuatu administrasi yang belum dipenuhi.

Memang cukup menjengkelkan, bahkan terkadang bikin hati ingin marah dengan kondisi seperti ini. Memperingati Hari Kesehatan Nasional yang jatuh setiap tanggal 12 November hingga berusia ke-46 tahun 2010 ini, tentu saja kita berharap kondisi ini bisa berubah. Selama ini sistem pelayanan kesehatan rumah sakit di Indonesia yang selalu dihadapkan pada dua problem.

Pertama, pengobatan penyakit. Sedangkan kedua, buruknya pelayanan rumah sakit terhadap keselamatan pasien, terutama pada masyarakat miskin. Tidak ada uang, sosok berlumuran darah itu, akan dibiarkan tergolek, jika belum ada yang bertanggung jawab pembiayaannya. Kondisi ini hampir terjadi baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta. Karena memang pelayanan kesehatan sekarang orientasi sosialnya mulai menipis tapi cenderung orientasi bisnis.

Bahkan kalau mau jujur di lapangan banyak pemilik kartu Jamkesmas sebenarnya adalah orang kaya. Kesalahan ini terletak pada tidak tegasnya definisi miskin dan kelalaian kepala desa dalam menentukan siapa yang berhak menerima kartu. Yang menyedihkan banyak orang yang benar-benar miskin tidak mendapatkan kartu Jamkesmas. Ke depan, tentunya kriteria pemegang Jamkesmas, harus lebih ketat, yang benar-benar fakir dan miskin bukan yang pura-pura miskin.***

Oleh Deslina, Penanggung jawab Desk Perempuan

sumber : http://riaupos.com/news/2010/11/28/balada-pelayanan-rs-kita/

0 komentar:

Posting Komentar