SAAT mendapat kabar akan ada Pesta Budaya Dayak Se-Kalimantan di Yogyakarta, saya bukan main senangnya. Betapa tidak? Saya sudah puluhan tahun tak pernah menghadiri kegiatan seperti ini. Apalagi dikemas dengan apik serta menarik. Terakhir saya menyaksikan gawai saat masih sekolah di SMP Timonong dan SMA St Paulus Nyarumkop. Seingat saya, terakhir saya ikut gawai seperti ini tahun 1978.
Setelah itu saya melanjutkan kuliah di Pontianak dan terakhir kerja selanjutnya berwirausaha di Pekanbaru, Provinsi Riau.
Saya mempersiapkan keberangkatan jauh hari sebelumnya. Tepat pada 21 OKtober 2010 saat pembukaan, saya hadir di Yogyakarta yang dipusatkan di Pusat Kebudayaan Kusnadi Harja Sumantri. Saya berkesempatan bertemu dengan sejumlah warga Kalbar, bahkan di antaranya bersalaman dengan Bupati Landak Adrianus Asia Sidot.
Saya merasakan surprise luar biasa saat menghadiri kegiatan ini. Budaya Dayak diterima internasional, terlihat dari pengunjungnya yang tak hanya warga lokal, naamun juga orang bule. Mereka berseliweran menghadiri kegiatan ini.
Sebagai keturunan Dayak, saya bangga bukan main saat budaya dan seni saya diterima orang di luar “grup” saya. Jika orang lain saja menghargai, maka warga Dayak juga harusnya menghargai dan selanjutnya menjaga warisan leluhur tersebut. “Budaya dan seni Dayak bagian dari kekayaan dunia dan sudah menjadi milik dunia,” batinku.
Saya gembira kegiatan yang dipelopori para mahasiswa Dayak asal Kalimantan serta sejumlah warga yang berdomisili di Yogyakarta ini diterima dengan lapang dada oleh warga di sini.
Kesempatan yang langka ini saya gunakan juga untuk membeli beberapa souvenir Dayak. Nanti saya ingin tunjukkan kepada keluarga dan anak-anak saya. Supaya mereka tak tercerabut dari akar budayanya. Minimal mereka mengetahui budaya orangtuanya.
Saya berkesempatan menyaksikan tarian-tarian Dayak, peragaan busana, dan vokal grup. Mereka sungguh apik membawakan kegiatan ini. Saya juga mencicipi makanan, penganan, khas Dayak yang sudah lama tak saya konsumsi.
Di sini saya juga bertemu dengan teman-teman yang selama ini berhubungan melalui dunia online. Di antaranya ada Pongkot, Yohansen, Goris, Benedictus Natalis. Saya juga bertemu dengan Hendrikus Cristianus dari Pontianak.
Selama dua hari ini saya memuaskan diri untuk mengikuti kegiatan yang dibuka pada 21 Oktober dan akan ditutup pada 23 Oktober. Saya keluar masuk stand yang memamerkan pakaian, souvenir, buku, serta yang lainnya. Penataan stand-stand sungguh sangat apik. Masing-masing kabupaten di Kalimantan Barat tampaknya ikut membuat stand, provinsi lain di Kalbar juga ada. Selain itu ada juga stand khusus pembuatan tato.
Terakhir, sebelum kembali ke Pekanbaru, saya mengunjungi beberapa teman. Bahkan saya membatalkan menginap di hotel, sebab beberapa teman mengajak saya nginap di asrama mahaiswa. Saya akhirnya memutuskan nginap di asrama Kabupaten Sanggau.***
Catatan: Adi W Negara | Editor: Stefanus Akim
*Penulis adalah Warga Dayak Tinggal di Pekanbaru
sumber : http://tribunpontianak.co.id/read/artikel/17132/surprise-tak-pernah-lihat-gawai-sejak-1978
0 komentar:
Posting Komentar