Pesona Berhala yang Memprihatinkan

Written By Unknown on Sabtu, 27 November 2010 | 11.11

SEKUMPULAN bangau tongtong bertengger di atas dahan-dahan bakau. Mereka tidak terusik saat kapal motor yang kami gunakan hendak melintas. Namun, ketika kapal memperlambat laju dan kami mengeluarkan kamera, bangau- bangau itu beterbangan menjauh.
Bule-bule senang datang ke sini karena pulau ini indah, tetapi sepi. Mereka bebas berjemur sepanjang hari.
-- Agus Sudaryadi

Meski tergolong satwa dilindungi, bangau tongtong dapat mudah kami temui di sepanjang muara Sungai Batanghari di Desa Sungai Itik, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Tanaman bakau di sana relatif rapat sehingga menjadi rumah yang nyaman bagi mereka.

Setelah melalui hamparan pepohonan bakau yang sepertinya tak berujung itu, kapal kami akhirnya memasuki garis pantai. Pulau Berhala pun mulai tampak dari kejauhan walaupun perjalanan sesungguhnya masih berjarak sekitar 16 kilometer lagi.

Artinya, kami membutuhkan sekitar 1,5 jam untuk mencapai pulau seluas 60 hektar yang saat ini ber-status quo karena disengketakan oleh Jambi dan Kepulauan Riau.

Perjalanan yang kami lalui pada Oktober lalu itu cukup menarik. Tak hanya di perairan Desa Sungai Itik itu saja bangau tongtong dan burung camar kerap kami temui. Di antara jaring rumpon udang yang dikelilingi tonggak-tonggak kayu dekat laut pun demikian.

Di atas tonggak-tonggak itulah para bangau dan camar mengawasi ikan-ikan buruannya, melintas di permukaan air. Kelompok burung itu begitu gesit melesat menyentuh permukaan air mengambil mangsanya dan seketika terbang ke udara.

Kapal kian mendekati Pulau Berhala. Dari kejauhan terlihat sejumlah pulau lainnya, seperti Pulau Ciumar yang menjadi pos mercusuar, Pulau Telur yang penuh bebatuan kuarsa besar, serta Pulau Rambut yang berwarna hijau di bagian timur Berhala.

Sekitar pukul 16.00, nakhoda kapal, Arsad, bersama rekannya, Dody, menambatkan tali tambang di dermaga Pulau Berhala yang dibangun Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Dermaga sepanjang hampir 200 meter itu terputus di bagian ujungnya.

Kondisi kerusakan dermaga itu cukup memprihatinkan. Namun, jauh lebih memprihatinkan kondisi dermaga yang dibangun Pemprov Jambi. Dermaga tersebut terputus di tengah laut sehingga sama sekali tidak bisa digunakan.

Kayu-kayu dermaga yang dibuat Pemprov Jambi itu bahkan ada yang sudah dicuri warga untuk dijadikan kayu bakar. ”Sudah satu tahun lebih ini kedua dermaga rusak. Tetapi belum ada perbaikan oleh masing-masing pemprov,” kata Arsad menceritakan.

Pulau Hantu

Pulau Berhala pada masa lalu dikenal sebagai Pulau Dakjal, Pulau Bratail, Pulau Bertayil atau Pulau Afgorl (Belanda), Pulau Birella (Tome Pires), dan Pulau Verrela (Portugis). Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai Pulau Hantu.

Meski namanya agak menyeramkan, Berhala menyimpan keindahan. Hamparan pasir putih mengelilingi pulau tersebut.

Pada sudut mana pun di pulau itu, pemandangan selalu cantik. Bebatuan kuarsa besar menjulang dan menyebar di dekat dermaga, pos peristirahatan, maupun di antara pepohonan kelapa yang telah berusia hampir 30-an tahun. Pepohonan tersebut memenuhi pulau hingga mendekati puncak bukit setinggi 200 meter dari permukaan laut. Air laut di sekitar pantai berwarna hijau, bukan biru, seperti kebanyakan pantai.

Terdapat sejumlah peninggalan bersejarah di pulau tersebut. Salah satunya adalah makam Datuk Paduko Berhala, pendiri Kerajaan Melayu Jambi, yang berada di pinggang bukit.

Terus naik ke leher bukit terdapat meriam katak, dan semakin ke puncak terdapat sebuah meriam Jepang di antara semak-semak liar.

Di bagian bawah pulau, kita akan menemui dapur tentara Jepang, yang bentuknya lebih mirip tungku penghangat setinggi 1,5 meter. Tidak jauh dari situ, terdapat tempat persembunyian, alias bungker tanah.

Dari sejumlah peninggalan sejarah dan keindahan alam yang diwarisi Pulau Berhala, yang tak kalah menarik justru kekayaan bawah lautnya. Sejumlah penyelam kerap berkunjung ke sana untuk menyaksikan keindahan dunia bawah laut.

Menurut Agus Sudaryadi dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi, dengan menyelam pada kedalaman 5 meter saja dari permukaan laut, kita sudah bisa menikmati hamparan karang akar bahar atau gorgonian yang penuh warna.

Selain itu, lanjut Agus, diperkirakan ada satu kapal asal Thailand yang karam di sekitar Pulau Berhala. ”Itu diketahui setelah jaring seorang nelayan pernah mendapatkan guci Thailand sekitar lima tahun lalu,” ujarnya.

Meski memiliki banyak potensi wisata, Pulau Berhala kini justru semakin sepi. Menurut Junaedi, kepala dusun setempat, sekitar lima tahun lalu, saat dirinya mulai menetap di Berhala, ada banyak wisatawan berkunjung, termasuk turis asing.

”Bule-bule senang datang ke sini karena pulau ini indah, tetapi sepi. Mereka bebas berjemur sepanjang hari dan kami hanya terbengong-bengong melihat mereka berjemur dari jauh,” ujarnya.

Pada masa libur sekolah, Berhala juga kerap dikunjungi rombongan siswa. Mereka umumnya tiba di pulau itu menjelang sore, lalu bermalam. Keesokannya harinya baru mereka meninggalkan pulau tersebut. ”Banyak juga yang datang ke Berhala khusus untuk memancing,” demikian cerita Junaedi.

Menurun

Seiring semakin panasnya sengketa Pulau Berhala, tingkat kunjungan wisatawan menurun selama dua tahun terakhir. Turis asing bahkan tidak pernah lagi singggah ke Berhala setahun terakhir ini.

Pada musim liburan sekolah Juli lalu, tidak tampak pula rombongan siswa yang berlibur ke sana. ”Pulau ini jadi semakin sepi,” tambah Junaedi.

Pemerintah daerah beralasan, lanjut Junaedi, pulau sedang dalam status quo sehingga tidak boleh dilakukan pembangunan kepariwisataan di sana. ”Karena itulah, dermaga dibiarkan rusak,” ujarnya.

Sampah mulai banyak bertebaran. Pembangunan sarana pendukung, seperti penginapan dan sanitasi, juga tidak ada. Akses menuju pulau itu dibiarkan sulit, termasuk bagi penduduk.

Karena itu, untuk mencapai Berhala, wisatawan harus mengeluarkan biaya perjalanan sedikitnya Rp 1 juta hanya untuk menyewa perahu.

Junaedi mengaku cukup prihatin dengan kondisi yang demikian. Ia khawatir Berhala akan terlupakan. Pemerintah tentunya perlu secepatnya mencari solusi terbaik atas sengketa dua wilayah itu supaya Berhala tidak menjadi pulau mati. (Irma Tambunan)

0 komentar:

Posting Komentar