Demo Petani dan Aliran Dana Pabrik Rokok

Written By Unknown on Selasa, 30 November 2010 | 12.22


Pekerja mengangkat daun tembakau yang telah dijemur di rumah salah satu pengepul tembakau di Dusun Mranggen, Kelurahan Mranggen, Kecamatan Bansari, Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu (18/9/2010). Petani tembakau di sekitar Parakan, Temanggung, dan Wonosobo merugi akibat mengalami gagal panen. Hal ini disebabkan karena curah hujan yang tinggi pada masa panen tembakau. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO


M. Latief

Aksi besar-besaran petani yang digalang APTI bukan berjalan atas inisiatif murni para petani. Menurut isi dokumen yang diteken tanggal 5 Maret 2010 tersebut, dana aksi APTI juga mengalir dari pabrik rokok.

Kompas.com - Melihat rekam jejak kelahirannya, apakah APTI benar-benar mewakili petani tembakau? Mari, kita lihat sendi-sendi organisasi ini satu persatu.

Yang pertama soal keanggotaan. Menurut pengakuan APTI, jumlah anggota di Jawa Tengah saja tercatat 600.000 orang. Dari jumlah itu, 60 persen di antaranya berprofesi sebagai petani tembakau dan perangkat desa. Sisanya, 40 persen merupakan anggota yang berasal dari kelompok masyarakat umum, mulai dari bekas PNS dan perwakilan buruh tani.

Para anggota ini, menurut Ketua DPC APTI Temanggung Ahmad Fuad, tersebar di Jawa Tengah, terutama Temanggung, dan daerah sentra tembakau lainnya. APTI mengaku sudah membentuk pengurus anak ranting/cabang (PAC) di kecamatan dan pedesaan. Di Temanggung, dari 20 kecamatan yang ada, 12 di antaranya merupakan penghasil tembakau.

"Di tingkat kelurahan kita melibatkan perangkat desa sebagai pengurus. Petani tak harus menjadi angggota APTI, hanya kita himbau," kata Fuad.

Petani anggota diberi prioritas setiap kali ada bantuan dari pemerintah, seperti subsidi pupuk atau pembagian alat rajang dari Dinas Perkebunan.

”Yang mendapat bantuan adalah desa-desa yang sudah menjadi anggota,” tambah Fuad.

Masih menurut Fuad, APTI juga menjembatani petani anggota dengan beberapa bank untuk mendapatkan modal tanam.

“Petani yang ingin pinjam ke bank bisa didampingi rekomendasi APTI, karena orang-orang dari pegunungan tak bisa pinjam ke bank karena nilai tanahnya tak memadai,” katanya.

Selain turun ke jalan dan melobi parlemen, kampanye pro-rokok yang digelar AMTI juga menyasar masyarakat terdidik, dengan memasang sejumlah iklan yang menentang pengaturan konsumsi rokok di koran-koran nasional. Sedikitnya, kelompok ini memasang iklan setengah halaman, sebanyak dua kali di Harian Kompas, yang bernilai sekitar Rp 227,5 juta untuk sekali pasang.

Tak Kenal Maka Tak Sayang

Namun, penelusuran Kompas.com di lapangan menunjukkan, bahwa klaim tentang jumlah anggota dan program-program bantaun kepada petani itu, patut diragukan. Dari perangkat organisasi yang ada, APTI tak menunjukkan kelasnya sebagai lembaga yang memiliki ratusan ribu anggota.

APTI yang konon memiliki ratusan ribu anggota dan organisasinya berakar hingga ke desa-desa itu, bahkan hampir tak dikenal oleh sejumlah petani tembakau Temanggung – daerah yang menjadi ”basis” organisasi ini. Kalaupun ada yang pernah mendengar, mereka memastikan bahwa APTI tak pernah memberikan ”sentuhan” apapun yang berhubungan langsung dengan kebutuhan petani tembakau, baik dalam hal tata niaga, edukasi pertanian, dan maupun modal kerja.

“Buat apa asosiasi, saya tidak tahu, jadi tidak ikut,” kata Sono, petani sekaligus pengepul di Kecamatan Bansari, Temanggung.

Wahno, petani lain di daerah yang sama malah tak pernah mendengar apa itu APTI. Sementara itu, Hudi, petani tembakau asal Ngadirejo mengatakan memang pernah mengikuti penyuluhan di kantor Kepala Desa.

”Tapi cuma penyuluhan, bukan bantuan bibit atau pinjaman modal,” katanya.

Ismanto, petani tembakau Tlahab mengaku tahu tentang APTI. Tetapi, menurut dia, keberadaan lembaga ini tak berpengaruh bagi kehidupan dan kesejahteraan petani. Ismanto pernah meminta APTI memperbaiki diri dengan terjun langsung ke desa-desa, tapi sampai sekarang belum juga dilakukan.

“Saya tidak tahulah, mungkin juga mereka tak punya modal,” kata Ketua Kelompok Tani Margorahayu, Desa Tlahab, Kecamatan Kledung, Temanggung ini.

Ikhtiar Ismanto mencoba tumpangsari kopi-tembakau untuk berjaga-jaga jika harga tembakau jeblok pun malah ditentang APTI.

“Padahal penanaman kopi di sela-sela tembakau bisa membantu petani,” kata Ismanto.

”Mestinya asosiasi ini bertujuan untuk membuat petani sejahtera,” tambahnya.

Kusryati, Kepala Desa Tegalrejo, Ngadirejo yang juga merangkap Bendahara II APTI DPC Ngadirejo malah jelas-jelas mengakui bahwa APTI tak pernah memberi bantuan kepada para petani di wilayahnya. Kantor cabang APTI pun tak ada di kawasan itu.

“Tingkat desa belum ada, baru sampai kecamatan,” kata kepala desa yang menjabat sejak 2007 ini.

Aliran Dana Pabrik

Sejauh ini, APTI memang tak didukung prasarana organisasi yang memadai. Di tingkat nasional, kantor sekretariat DPP APTI menempati satu ruangan kecil di Gedung Departemen Pertanian.

Di tingkat provinsi dan Kabupaten Temanggung, kantor sekretariat bahkan menyatu dengan rumah tinggal ketua organisasi, yaitu rumah ketua DPD APTI Jateng, Wisnu Brata, dan kediaman DPC APTI Temanggung, Ahmad Fuad.

APTI juga tak tampak menggelar program kegiatan, kecuali untuk acara insidental seperti mengawal isu-isu yang berkembang seputar RPP Tembakau. Dengan mengatasnamakan petani, APTI menentang pelbagai rencana pemerintah untuk mengendalikan penyebaran konsumsi rokok.

Karena itu, pertemuan pengurus atau anggota pun tidak ada jadwal yang rutin. Agenda rapat dibuat jika ada perkembangan isu yang perlu dibahas. Tak ada pertemuan rutin membahas kebutuhan petani dalam hal edukasi pertanian atau hal lain.

“Tak ada rapat rutin, hanya sering duduk satu meja membahas isu-isu RPP, karena isu tembakau terus bergulir,” kata Timbul, Bendahara APTI.

Keterangan paling gamblang datang dari Ahmad Fuad. Menurut Ketua DPC APTI Temanggung ini, asosiasi yang mengatasnamakan petani tembakau itu lahir dengan dibidani oleh asosiasi industri rokok, Gabungan Pengusaha Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI).

"Sebagai pihak yang paling terkena imbas dari pengendalian tembakau, industri rokok sangat kuat menyokong APTI," katanya.

Lebih dari itu, Fuad mengakui, APTI yang mestinya merupakan organisasi milik petani dan memperjuangkan nasib petani, justru mendapatkan back-up finansial sepenuhnya dari pabrik rokok. Fuad tak menjelaskan bagaimana dukungan finansial ini.

Namun, dari dokumen yang ditemukan Kompas.com, sokongan uang itu tampak dalam sejumlah aksi yang dilakukan APTI, karena organisasi ini tak memiliki sumber dana reguler seperti iuran anggota. Seperti dituturkan Bendahara APTI, Timbul, sumber pendanaan APTI diperoleh secara insidental, sesuai kebutuhan.

“Tak ada iuran, kalau ada kepentingan, seumpama harus ke Jakarta, kita urunan saja,” katanya.

Lebih lanjut Timbul menjelaskan, bahwa dukungan industri bisa berupa moril, juga materil.

”Petani terbatas kemampuannya. Jujur saja, paling dikasih uang transpor,” tambahnya.

APTI Membantah, Pabrik Berkelit

Namun, indikasi adanya sokongan dana dari industri dibantah keras Ketua DPD APTI Jateng Wisnu Brata. Dengan tegas ia menyatakan, tak ada sedikitpun kucuran dana dari pihak industri – seperti ingin menegaskan bahwa APTI merupakan asosiasi petani yang independen.

“Tidak ada sama sekali,” kata Wisnu. ”Kalau Pemda memang menyumbang tiga bis. Yang membantu kami adalah para grader, bukan pabrik,” tambahnya.

Menurut Wisnu, grader menyumbang tiga bis, pengusaha Temanggung menyumbang dua bis, total yang berangkat ke Jakarta sebanyak 49 bis.

”Semua swadaya masyarakat bukan industri. Tak ada bantuan dari Djarum,” katanya tegas.

Betulkah? Dokumen yang diperoleh Kompas.com dari seorang sumber di APTI menunjukkan sebaliknya?

Aksi besar-besaran petani yang digalang APTI bukan berjalan atas inisiatif murni para petani. Menurut isi dokumen yang diteken tanggal 5 Maret 2010 tersebut, dana aksi APTI juga mengalir dari pabrik rokok.

Menurut dokumen tersebut, seluruh aksi menghabiskan dana hampir Rp 368 juta. Untuk menutup kebutuhan tersebut, empat pabrik rokok nasional yang punya gudang tembakau di Temanggung menyumbang, yaitu masing-masing Gudang Garam Rp 33 juta, Djarum (Rp 34 juta), Bentoel (Rp 5,5 juta) dan Nojorono (Rp 5,5 juta) atau total jendral Rp 78 juta. Di akhir aksi tercatat ada defisit anggaran sebesar Rp 12.495.000, yang kemudian ditalangi oleh Gudang Garam dan Djarum perwakilan Temanggung.

Mengenai aliran dana ini, PT Djarum, satu-satunya pihak perusahaan rokok yang bersedia mengonfirmasi, juga membantah. Director of Public Affairs PT Djarum Suwarno M Serad mengatakan, pihaknya sudah mengecek langsung sokongan dana tersebut ke Temanggung. Ia menuturkan, PT Djarum sama sekali tidak memberikan dana tersebut.

"Kami sudah cek langsung dan tidak ada dana mengalir dari pihak Djarum. Besar kemungkinan itu adalah dana dari pribadi, tapi secara resmi dari perusahaan tidak ada," kata Suwarno.

Selain pabrik rokok, dana aksi juga disokong para juragan tembakau, yang rata-rata menyumbang antara Rp 1 - Rp 5 juta. Bahkan, dalam dokumen tersebut, Pemda Kabupaten Temanggung sendiri menyumbang Rp 18 juta. Dukungan dana terbesar memang tercatat berasal dari DPD APTI Jateng di bawah pimpinan Wisnu Brata yang menyokong hingga Rp 190 juta.

Pengakuan dari sumber terpercaya Kompas.com juga menyebut, bahwa APTI juga kecipratan jatah dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT), yang semestinya digunakan untuk mendongkrak APBD kabupaten penghasil tembakau. Menurut sumber tersebut, APTI memeroleh dana tersebut dari Pemda Kabupaten Temanggung. Tahun 2010, APTI menerima Rp 60 juta dari Rp 13 miliar dana bagi hasil cukai tembakau yang diterima Pemkab Temanggung.

Wisnu lagi-lagi membantah. Ia katakan, lembaganya tidak mendapatkan bantuan dari dana bagi hasil cukai tembakau. Ia hanya mengatakan, pemakaian dana bagi hasil tersebut masih terlalu luas dan sumbangannya ke petani masih minim.

“APTI organisasi nirlaba, tidak ada gaji, tidak punya uang saku sepeserpun untuk ke luar kota,” katanya, seperti memberi permakluman.

Menurut Wisnu dana bagi hasil cukai tembakau masih nongkrong di Dinas Perkebunan.

AMTI dan HM Sampoerna

Lalu bagaimana dengan AMTI yang gencar memasang advertensi di koran untuk menentang RPP Pengendalian Tembakau?

Misi AMTI tak jauh berbeda dengan APTI, yakni untuk membela nasib petani tembakau dan melindungi kelestarian tembakau nasional. Lembaga ini lahir akhir Januari 2010, dan diproklamirkan sebagai wadah perjuangan bagi petani tembakau, cengkeh, pekerja, konsumen, peritel, asosiasi, maupun pabrikan rokok dalam rangka melestarikan industri tembakau Indonesia.

Dalam situs AMTI jelas-jelas disebut bahwa organisasi ini disokong penuh oleh raksasa industri rokok, PT HM Sampoerna Tbk.

“Secara langsung petani memang tak terlibat. Kami di asosiasi yang turun ke bawah mencari permasalahan petani,” ujar Yudha Sudarmaji, anggota APTI yang mengaku duduk di Departemen Hubungan Antarlembaga APTI-AMTI.

Menurut Yudha, AMTI merupakan asosiasi petani yang bertujuan untuk menemukan sistem budidaya tembakau yang baik bagus dan efisiensi tembakau. AMTI juga bertekat untuk menangani persoalan trading yang dikuasai para tengkulak dan merugikan petani. Ia menambahkan, AMTI juga punya agenda tahunan dengan industri.

“Kita punya data berapa tembakau yang akan diserap pabrik. Kami punya akses langsung ke pabrik dan berusaha sejajar dengan pabrik. Kita adalah mitra, ibarat dua sisi uang logam. Kami mediator antara petani dan pabrik,” katanya.

Petani Dimanfaatkan

Ihwal hal itu, Ketua Bidang Advokasi Komisi Nasional Pengendalian Dampak Tembakau, Tulus Abadi menilai, dukungan industri rokok terhadap ‘asosiasi petani’ menjadi pertanda yang jelas bahwa kekuatan arus bawah telah dimanfaatkan untuk mengamankan kelanggengan industri tersebut. Kedua asosiasi yang muncul sebagai respon atas RPP Pengendalian Dampak Tembakau itu, menurut Tulus, lebih memperjuangkan kepentingan industri ketimbang petani.

“Industri rokok tidak berani tampil ke depan, tapi menggunakan kaki tangannya untuk melawan pengaturan ini. APTI tidak menyuarakan hak-hak petani, tapi kepentingan industri rokok,” katanya.

Tulus mendorong agar para penggiat pengendalian tembakau bergandengan dengan petani tembakau yang tulen. Petani tembakau, kata Tulus, selama ini hanya dijadikan korban industri rokok, terutama dalam penentuan kualitas tembakau (yang menentukan harga)

“Ini pelanggaran atas hak-hak petani yang justeru diabaikan APTI,” katanya.

Menurut Tulus, esensi RPP telah disampaikan secara keliru kepada petani. Aturan ini hanya berbicara soal kesehatan, bukan soal pertanian tembakau. Tak satu pun pasal melarang petani menanam tembakau, karena hak itu dijamin UU Pertanian.

Bagi Ismanto, petani tembakau merupakan “modal kerja” pabrik, sehingga sudah semestinya nasib petani menjadi kepedulian pabrik, meskipun melalui “jembatan” seperti APTI.

“Kalau petani miskin terus, siapa yang tanggung jawab?” katanya. (LTF)

sumber : http://www.kompas.com/tembakau/tulisan2.html

0 komentar:

Posting Komentar